Parade Bebek

Dua minggu yang lalu pada kesempatan melakukan pertemuan bisnis di Bandung, saya menemukan suatu yang menarik di lokasi pertemuan. Tempat meeting waktu itu adalah restoran Centropunco yang belum lama ini dibuka di daerah Jl Trunojoyo. Kebetulan meeting dilakukan pada hari Selasa dan ditempat tersebut setiap Selasa dan Sabtu ditampilkan atraksi parade bebek.

Maka ketika jam 2 siang pelayan restoran memberikan informasi bahwa atraksi mau segera dihelat, kami peserta meeting yang penasaran-pun langsung menghentikan pertemuan sebentar dan beranjak ke area atraksi.

Sudah digelar jalur semacam karpet merah ala malam anugrah Oscar. Tidak lama kemudian lagu pengiring pun diputar dan sekelompok bebek yang sudah dilingkari peta di leher-nya mulai ‘pawai’ seakan sedang mengikuti kontes fashion show. Setelah memutari area restoran, atraksi diakhiri dengan para bebek main seluncuran.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan video dibawah ini :

 

Kick-off

WP_20150105_002

Sejak tahun lalu, Radya Labs mulai melakukan kick-off meeting awal tahun sebagai tonggak awal operasional satu tahun ke depan. Di tahun 2011,2012 dan 2013 hal ini belum ada. Di 2013 ada sih tapi seperti rapat umum antar co-founder via skype karena tidak dilakukan bersama karyawan (lah iya, karyawannya belum ada : p ).

Di tahun kedua tradisi kick-off meeting ini sedikit berbeda dari awal tahun 2014. Perbedaan mendasar adalah mulai adanya data dan analisis terhadap keberjalanan satu tahun sebelumnya untuk melakukan penyusunan rencana. Jika pada awal tahun 2014, penyampaian pekerjaan satu tahun didasarkan analisis kualitatif dan observasi manajemen tanpa ada angka yang mendukung, untuk tahun 2015 kita melakukan analisis kuantitatif untuk data yang kita miliki ditambah kualitatif untuk hal-hal lainnya. Tentunya untuk menyediakan data tersebut, selama satu tahun kemarin, kita mulai sedikit demi sedikit melakukan inventarisasi terhadap hal-hal yang bisa kita catat. Ini merupakan hal baru yang coba dilakukan. Tentunya pencatatan disesuaikan dengan kebutuhan skala perusahaan dan cara yang ditempuh pun mungkin belum sesuai dengan standar yang baik. But at least, we tried.

Salah satu pencatatan dilakukan terhadap seluruh opportunity proyek yang masuk di 2014. Untuk melakukannya saya membuat excel sederhana dengan format seperti gambar di bawah ini :

image

Dimensi yang penting untuk dicatat adalah, platform pengerjaan, status dari opportunity, nilai proyek dan durasi pengerjan. Tentunya dimensi lain bisa ditambahkan sesuai dengan kebutuhan. Nah, selama satu tahun, setiap ada peluang di-entri ke sini. File nya sendiri saya taruh di OneDrive, jadi saya, Tito dan Cale bisa berkolaborasi untuk mengisinya sesuai dengan pihak yang bertanggung jawab terhadap opportunity tersebut.

Pencatatan berikutnya dilakukan terhadap produk yang sedang dikembangkan yaitu Appsterize, tentunya perlu memiliki suatu cara pula untuk mengukur sejauh apa Appsterize sudah memenuhi ekspektasi kami. Untuk mengukur ini, kita sudah menyiapkan website  sederhana yang bisa diakses kapan saja untuk melihat beberapa metrik yang sudah kita tetapkan. Saat ini yang kami ukur adalah jumlah registrasi, jumlah aplikasi yang sudah dibuat, dan jumlah total user aplikasi-aplikasi yang sudah dibuat melalui Appsterize. Website ini juga mengandung seluruh daftar klien, daftar aplikasi dan informasi-informasi detil mengenai Appsterize.

image

Pencatatan ketiga dilakukan untuk mengetahi kondisi keuangan perusahaan. Untuk pencatatan ini dilakukan oleh staf admin menggunakan software GnuCash. Dengan software ini kita dimudahkan untuk mendapatkan laporan cashflow dan neraca keuangan kapanpun dibutuhkan sesuai dengan data terakhir.

Pada akhir tahun 2014 lalu, manajemen melakukan pembahasan terhadap informasi yang sudah dimiliki. Kami mendapatkan gambaran selama satu tahun ke belakang bagaimana performa perusahaan. Kita jadi tahu detil total opportunity yang didapat dan berapa yang akhirnya dikerjakan. Kita juga mendapatkan informasi mengenai tren platform yang diminta oleh klien, rata-rata durasi pengerjaan, rata-rata biaya proyek dan informasi terkait proyek lain yang bisa dianalisis. Kemudian kita juga mendapatkan gambaran umum performa Appsterize. Lalu kita mendapatkan gambaran kondisi keuangan perusahaan, hal-hal mana yang perlu ditekan dari sisi pengeluaran dan sumber-sumber mana yang bisa ditingkatkan untuk sisi pendapatan. Seluruh informasi ini akhirnya menjadi dasar berpikir untuk menetapkan rencana di 2015.

Tanggal 5 Januari yang lalu, kick-off meeting sudah dilaksanakan. Harapannya, seluruh kru Radya Labs memahami, apa yang terjadi di tahun lalu dan apa yang ingin kita capai di tahun ini. Semoga tahun ini dapat berjalan dengan baik dan kita semua mendapatkan hal yang terbaik.

Mobil vs Motor

Agar para pembaca tidak kecewa, akan saya sampaikan di awal, tulisan ini tidak berakhir dengan kesimpulan hal mana yang lebih baik.

Hari ini saya melihat beberapa tweet ditimeline yang memberikan apresiasi terhadap tulisan Alanda Kariza mengenai “Menjadi Budak Korporat”. Sebelum ini terjadi, saya sudah sempat membaca tulisan tersebut beberapa hari sebelumnya. Tulisan yang sangat menarik. Karena bersumber dari pengalaman pribadi, saya dapat merasakan kejujuran dari pengalaman yang disampaikan Alanda.

Melalui tulisannya Alanda menyampaikan pilihannya untuk bekerja di perusahaan multinasional. Saya kutip :

“..saya merasa perlu untuk belajar dari suatu institusi yang lebih besar, dari orang-orang yang memiliki keahlian di bidang tertentu (yang tidak terkenal, mungkin karena mereka tidak memamerkan pengetahuannya melalui media sosial)”.

Melalui tulisan tersebut, Alanda menyampaikan pengalaman pribadinya, banyak hal yang ia pelajari selama bekerja disana. Baca tulisannya agar mendapatkan gambaran lengkap apa yang ia sampaikan.

Di satu sisi, beberapa tahun belakangan, bekerja di atau mendirikan perusahaan rintisian (startup) menjadi opsi yang sangat ‘seksi’. Dan opini bekerja kantoran vs bekerja-mendirikan startup menjadi topik yang sering muncul. Coba baca disini. Atau tulisan kakak senior saya mengapa bekerja di startup. Memang benar, ketika saya kembali ke kampus dan berbicara dengan dosen saya,  saat ini ada kecenderungan pendapat bahwa setelah lulus dan mendirikan perusahaan kini dianggap sebuah tren dan keren.

Masing-masing tentu coba menyuarakan argumen sesuai pengalaman yang dialami. Kalau kita lihat, tentu saja berdasarkan background yang berbeda, akan mendukung hal yang dijalaninya saat ini. Wajar sekali. Terutama di society, kita tidak ingin merasa tampak gagal dengan apa yang kita jalani.

Saya sendiri punya pengalaman tersendiri tentang hal ini. Sebagai yang orang yang tidak pernah merasakan kerja di korporasi besar saya tidak punya pengalaman yang bisa diceritakan, kecuali jika masa kerja praktek mau dihitung. Memang, saya punya banyak sekali teman yang bekerja di korporasi besar. Tapi Saya tidak merasa dapat menyuarakan pengalaman mereka sesederhana karena saya belum pernah merasakannya sendiri. Karena bagi saya “mendengar” dan “mengalami” itu dua hal yang sangat berbeda.

Perdebatan bekerja kantoran dan bekerja di-mendirikan startup sebenarnya sudah pernah saya alami dan mengalami puncaknya pada tahun 2010, pada tahun dimana saya baru saja lulus. Sebagai mahasiswa yang baru lulus, tersedia beberapa opsi. Tapi kita khawatir. Khawatir dengan konsekuensi dari opsi yang kita pilih. Karena pilihan ini bisa jadi menentukan langkah kita jauh ke depannya. Khawatir pilihan ini bisa membawa kegagalan. Dan, manusia mana yang menyukai kegagalan.

Kecendrungan kita pada saat seperti ini adalah mencari nasehat dari orang lain. Mendengarkan orang lain menceritakan pengalaman pribadinya dengan secercah harapan kita akan menemukan jawaban. Mencari pembenaran. Atau mencari bahan bacaan, untuk menguatkan hati dalam memilih pilihan. Dan aneh-nya, biasanya kita akan memilih argumen. Memilih pendapat yang sedikit banyak sesuai dengan apa yang sebenarnya tanpa sadar ingin kita lakukan.

Setelah lulus-pun, obrolan seperti ini tidak pernah luput jadi topik pembicaraan. Dalam berbagai kesempatan berkumpul, bercengkrama dengan sahabat-sahabat yang punya tempat kerja yang berbeda, hal ini seringkali mencuat. Dari yang kami diskusikan, tulisan disini cukup akurat. Bekerja kantoran ada enaknya ada tidaknya. Enaknya, deskripsi pekerjaan jelas, gaji jelas, tangga karir jelas, dan bertemu dengan orang yang berpengalaman di bidangnya dan seterusnya. Tidak enaknya, harus kompromi, harus “menurut” dulu karena kita mulai dari bawah, ada struktur dan birokrasi dan lainnya.

Bekerja di atau mendirikan startup ada enaknya ada tidaknya. Enaknya, punya keleluasaan dengan apa yang mau dikerjakan, jam kerja fleksibel, ide lebih mudah didengar dan seterusnya. Tidak enaknya, gaji tidak begitu besar, job desc kadang tidak jelas, pandangan orang tua bahwa hal tersebut tidak aman dan hal lainnya.

Sampai disini, pasti kalian merasa kok tulisan ini tidak jelas, karena tidak menguatkan atau melemahkan salah satu pilihan dibandingkan pilihannya lainnya. Memang, bukan itu tujuannya.

Ada terlalu banyak pilihan di hadapan kita. Menilai seluruh pilihan, menghitung cost-benefit, dan menganalisis berlebihan memiliki kecenderungan akhirnya tidak memilih apapun. Tapi salah satu sahabat pernah mengatakan hal ini tiga tahun yang lalu  : Gw memilih tempat dimana gw merasa akan dapat belajar banyak.

Kata kunci yang sama dengan Alanda. Perbedaannya, bagi teman saya, tempat yang dirasanya akan memberikan pelajaran lebih banyak adalah dengan mendirikan perusahaan sendiri. Dari disini saja sudah kontra dengan pendapat Alanda karena menurutnya saat ini tempat yang memberikan pelajaran lebih banyak adalah perusahaan besar.

Empat tahun berselang, setelah saya dan teman-teman saya menjalani pilihan ini masing-masing, ada satu hal yang sadari. Setiap kami, menikmati hidup kami dengan cara kami masing-masing. Tidak peduli itu di perusahaan besar atau di perusahaan sendiri.

Perusahaan besar atau kecil, perusahaan orang atau perusahaan sendiri boleh dianggap sebagai kendaraan. Yang penting adalah tujuan kita. Mobil dan motor sama-sama dapat mengantar kita ke tujuan yang kita inginkan. Tidak pernah ada argumen mana yang lebih baik. Karena ketika kondisi jalanan macet dan padat, pasti Anda setuju kalau menggunakan motor ya lebih enak karena bisa nyelip. Tapi kalau kondisi sedang hujan, pasti Anda setuju kalau menggunakan mobil ya lebih enak karena tidak basah.

Tidak ada pilihan yang jelek, atau pililhan yang baik. Tidak ada pilihan yang benar atau pilihan yang salah. Saya setuju dengan nasehat teman saya beberapa tahun yang lalu.

Yang ada adalah, pilihan yang tidak disyukuri dan pilihan yang disyukuri.

ETL.2015

Jam 09:37 pagi. Pagi pertama di tahun 2015. Dan saya menemukan diri sendiri mengetik di depan laptop, menulis kode program untuk melakukan proses ETL sederhana. Ketika saya katakan sederhana, kalian bisa lihat dari antarmuka aplikasi yang sayat buat.

image

Program ini untuk melakukan konversi dari data transaksi ke data agregasi agar lebih mudah dan cepat ditampilkan. Dari data transaksi ini saya mengubahnya ke dalam skema star yang ada di literatur data warehouse. Tujuannya adalah agar data dengan format yang sudah diubah dapat ditampilkan dalam aplikasi serupa dashboard . Aplikasi lain ini akan banyak menampilkan grafik dimana pengguna dapat melakukan interaksi terhadap grafik tersebut melalui filter atau dimensi data fakta yang ditampilkan.