Sebagai mahasiswa yang sudah lulus (S1 ) tentunya ada keinginan untuk hidup mandiri , melepaskan ketergantungan finansial dari orang tua. Begitu juga yang saya rasakan ketika awal lulus dulu. Setelah berhasil mendapatkan masa dispensasi/transisi 3 bulan dari Oktober hingga Desember 2010 , mulai tahun 2011 adalah saatnya kita menghidupi diri sendiri. Mencari nafkah , mengejar rezeki yang sudah disediakan oleh Allah SWT.
Dan perjalanan pun dimulai. Bekerja dari satu project ke project lain, dari satu training ke training lain, dari satu artikel ke artikel dan akhirnya mendarat juga bekerja parttime di salah satu ISV di Bandung. Boleh dibilang pendakiannya terjal juga. Nah, setelah satu tahun berlalu sejak kelulusan, saya pun memutuskan untuk melihat bagaimana kinerja saldo tabungan di Bank, apakah performanya dapat ditingkatkan dan sebagainya.
Nah, disitulah saya cukup shock setelah melihat performanya harus disyukuri namun cukup jauh dari target semula. Mulailah saya menerka-nerka kemana saja uang yang saya kumpulkan ini berada. Saya buka spreadsheet dan mulai menulis pengeluaran-pengeluaran yang saya ingat.
Memang tidak detail sih, saya hanya membuat perhitungan secara kasar,terutama pengeluaran. Saya bukan tipe orang yang mencatat secara detail pengeluaran setiap adanya transaksi (meski menurut rekan saya, @fahmimumtaz, hal ini sangat baik untuk dilakukan) .
Dengan gaya hidup yang tidaklah mewah namun tidak tepat juga jika dibilang sederhana, saya melakukan perhitungan kasar selama 1 tahun seperti ini :
-
Biaya hidup bulanan, dengan estimasi Rp 1,5 jt per bulannya (include pulsa,makan,bensin,etc)
-
Biaya kosan, 7 jt setahun
Hal ini diluar pengeluaran yang sangat tiba-tiba seperti laptop saya yang tiba-tiba rusak memaksa saya harus membeli laptop baru ( 6 jt-an) , biaya rekreasi (4 jt-an), bootstraping sebuah aplikasi (10 jt) sehingga jika ditotal ada 45 juta rupiah. Tanpa sadar, biaya rutin + biaya lain yang dikeluarkan selama satu tahun bisa mencapai angka seperti itu. Jika digabungkan dengan kuliah 2 semester pertahun dengan biaya 9jt per semester, pengeluaran per tahun dapat mencapai 63 juta.
Saya amati angka-angka dispreadsheet tersebut. Untuk saat ini, Alhamdulillah tahun pertama saya lewati dengan masih menyisakan senyum di saldo tabungan saya. Tapi setahun ini saya kadang sempat terfikir “Ya Tuhan, betapa susahnya ya mencari uang itu” . Kadang harus begadang coding sampai pagi, bolak-balik Jakarta Bandung ketemu klien, suara serak memaparkan materi . Ada harga yang harus dibayar. Kadang setiap ada penghasilan yang datang, tak berapa lama kemudian ada saja kebutuhan sehingga uang yang baru didapat langsung dikeluarkan kembali. Seperti hanya lewat. Disyukuri . Tapi saya sedang mempelajari polanya. Dan sebenarnya bukan itu poin yang ingin disampaikan di tulisan ini.
Satu tahun, saya menghabiskan minimal hingga 43 juta. Selama kuliah S-1 dulu, berarti kira-kira sudah 172 juta. Saya tiga bersaudara, adik kuliah di UGM dan kakak kuliah musik di Univ Pasundan. Pukul rata saja sudah ditotal bertiga kami menguras 516 juta. Itu hanya 4 tahun kuliah. Belum lagi waktu-waktu sebelumnya.
Saya diam. Kali ini berpikir dalam-dalam.
Selama bertahun-tahun itu, kedua orang tua saya tidak pernah mengeluh atau menyerah dengan jumlah yang harus mereka sediakan. Selama bertahun-tahun itu tanpa sadar kami hanya pandai meminta. Selama bertahun-tahun itu mereka selalu berusaha untuk menyediakan berbagai kebutuhan yang dinginkan oleh anak-anaknya.
Saya diam. Kali ini merasa malu. Malu pada diri sendiri.
Baru satu tahun saya mengusahakan diri sendiri, masih ada keluh kesah terhadap keadaan. Orang tua kita, bertahun-tahun lamanya tapi dilewati dengan kerja keras dan semangat untuk membahagiakan anak-anaknya.
Saya diam. Kali ini merasa sangat malu.
Saya harus lebih giat berusaha, lebih sedikit mengeluh dan berhenti bersikap manja dengan keadaan.
Angka-angka di Spreadsheet mari kita gencatan senjata dan semoga perjanjian hari ini membawa berkah bagi semuanya.